Berangkat
dari E3 2009 dimana Hideo Kojima mengejutkan publik dengan membuat
kemunculan di sesi panggung Microsoft, judul ini secara ofisial
diperkenalkan ke hadapan publik sebagai Metal Gear Solid: Rising,
sebuah proyek yang dimaksudkannya untuk dipegang oleh talenta muda
Kojima Productions sementara ia berfokus pada proyek pribadinya, Metal Gear Solid: Peace Walker. Dengan menampilkan Raiden sebagai tokoh utamanya, Rising
mulanya ditujukan menjadi penjembatan yang menceritakan bagaimana
transformasi sang tokoh hingga menjadi sosok seperti yang dapat dilihat
pada Metal Gear Solid 4: Guns of the Patriots. Namun, ide tersebut nyatanya kandas di tengah jalan bersama dengan konsep awal Zandatsu (cut & take) yang dirasa terlalu kompleks untuk direalisasikan.
Tanpa banyak diketahui, Rising bahkan sempat mengalami pembatalan secara diam-diam pada tahun 2010, sebelum akhirnya Kojima sendiri yang menawarkan pemindahtanganan proyeknya pada Atsushi Inaba dan tim Platinum Games. Dengan tawaran yang kemudian diterima Platinum, sejumlah perubahan pun mereka lakukan demi menjadikannya lebih sesuai. Di antaranya dengan mengganti setting, memangkas elemen stealth, dan menyandangkan judul baru. Lewat Spike VGA 2011, proyek ini resmi diperkenalkan ulang sebagai Metal Gear Rising: Revengeance, sebuah aksi “revenge”/”vengeance” dari Kojima Productions dan Platinum Games atas kegagalan yang dialami Metal Gear Solid: Rising.
Guna memberikan kebebasan lebih pada Platinum dalam berkreasi, pengembangan setting yang mula-mula ditempatkan sebelum MGS4
pun dibuat menjadi empat tahun sesudahnya. Raiden kini tergabung dalam
sebuah Private Military Company (PMC) yang disebut Maverick Security
Consulting. Terlepas dari buruknya pandangan publik atas PMC terkait
konflik yang terjadi di MGS4, Maverick merupakan sebuah PMC
yang bertujuan menjaga perdamaian dimana Raiden sendiri hanya sebatas
melatih para prajurit dan melakukan pengawalan berdasar permintaan,
tanpa terlibat langsung di lapangan.
Namun,
situasi yang damai nyatanya tidaklah membuat senang semua pihak. Pada
suatu ketika, PMC oposisi yang disebut Desperado Enforcement muncul dan
melakukan penyergapan terhadap konvoi pengawalan seorang Perdana
Menteri. Seorang elit Desperado bernama Sundowner berhasil membawa lari
sang menteri, sementara seorang lainnya yang dijuluki Jetstream Sam
telah mengalahkan Raiden dalam sebuah pertarungan. Kegagalan misi dan
ancaman baru tersebut pun mengharuskan sang cyborg ninja kembali dan menuntut balas. Dibuat lebih simpel secara inti dibanding Metal Gear biasanya, cerita Rising
memang sengaja dirancang Kojima Productions untuk dapat menarik serta
kalangan di luar fans biasanya. Namun, dengan tetap memasukkan unsur
konflik dan kemanusiaan yang menjadi ciri dari karya Hideo Kojima selama
ini.
Sebelum ada lebih banyak orang yang menyesalkan perubahan aspek gameplay yang dialaminya, rasanya perlu ditekankan lagi bahwa Rising
memang menawarkan konsep jauh berbeda dibanding instalmen yang sudah
lebih dulu ada selama ini. Tidak seperti kemunculan perdananya di MGS2
yang menempatkannya tetap pada esensi khas Metal Gear, Raiden disini
benar-benar tampil beda layaknya berada di sebuah game lain.
Kesampingkanlah elemen stealth, aksi tembak-menembak, dan CQC
yang menjadi spesialisasi Snake, karena Raiden tidak lagi seorang
pemula yang mencoba untuk mengikuti jejak sang legenda. Boleh dikatakan,
kini ia punya cara sendiri dalam menjalankan misinya.
Transformasi Raiden oleh Platinum alhasil menjadikan pengembangan ini sebuah game yang seolah paduan antara gameplay Ninja Gaiden dan dunia Metal Gear. Orientasi terarah pada gameplay hack & slash bertempo cepat adalah identitas baru yang disandang Raiden dalam Rising. Lebih dari itu, game ini menawarkan keleluasaan memotong bermacam-macam obyek yang ada di environment dan ‘seni’ yang disebut Zandatsu sebagai salah satu fitur kunci. Gameplay tak lagi hanya sekedar memotong dengan button-mashing seperti di kebanyakan hack & slash. Memperkenalkan Blade Mode dan Zandatsu, Rising membuat gameplay-nya sesuatu yang sedikit lebih dalam untuk dikuasai. Combo yang akrobatik memang membuat aksi Raiden tampak memukau dan mekanisme parrying
untuk melengkapinya, namun improvisasi berupa Blade Mode dan
Zandatsu-lah yang semakin membuat aksi di dalamnya patut menerima
apresiasi lebih. Secara teknis, Blade Mode memungkinkan gamers mengiris
bagian spesifik suatu obyek atau lawan dengan cukup akurat (baik
horizontal, vertikal, maupun diagonal) bak samurai, yang lebih
spesifiknya dapat dilanjutkan oleh Zandatsu, dimana Raiden dapat
mengambil bagian tertentu untuk memulihkan health, energi (Fuel
Cell), atau memperoleh item. Meski kontrol boleh dibilang sudah tepat
diimplementasikan, ada kalanya Blade Mode mengalami masalah yang kerap
diakibatkan teknis kamera dan kontrol analog. Kamera tersebut juga tidak
selalu mampu mengikuti gerakan Raiden, yang biasanya makin menjadi
masalah pada sudut-sudut tertentu.
Sistem
yang adapun memang mengedepankan Zandatsu tanpa membuat Raiden terasa
terlalu superior. Masuk ke dalam Blade Mode dan sekali menyabetkan HF
Blade pada lawan tidak akan langsung memungkinkan gamers dapat
menghabisinya dengan Zandatsu. Di samping gamers yang perlu menghajar
lawan hingga titik tertentu, Blade Mode tidak dapat dilakukan secara
cuma-cuma sehubungan dengan konsumsi energi yang dibutuhkannya. Ditambah
lagi, melakukan Zandatsu dengan gaya bermain yang tepat juga berperan
penting untuk memberi reward berupa poin (BP) yang dapat dipergunakan membeli sejumlah upgrade, mulai dari persenjataan, armor, hingga skills. Seperti beberapa game hack & slash sejenis, Raiden kemudiannya juga akan dilengkapi dengan kemampuan invincible
selama sementara yang disebut Ripper Mode. Pada Ripper Mode, kemampuan
Zandatsu akan dimudahkan untuk dilakukan. Lalu sebagai mekanisme
pelengkap yang tidak ketinggalan lainnya, Rising memungkinkan Raiden dapat melakukan ninja run yang membuatnya secara otomatis melewati rintangan, melompati tembok, atau menangkis peluru.
Tidak hanya dimodali HF Blade sebagai senjata utama, Raiden masih memiliki beberapa sub-weapon/item yang memberikan variasi seperti halnya fitur Metal Gear umumnya. Sementara beberapa sub-weapon dirasa hanya diperlukan pada beberapa situasi tertentu (misal, launcher untuk melumpuhkan lawan di udara atau chaff grenade untuk membuat stun lawan), sub-item yang khas seperti cardboard box, drum can, dan 3D photo frame (dengan kegunaan layaknya magazine) masihlah didapati sebagai bagian humor dan guna memberikan sedikit manfaat dalam bentuk stealth, yang cukup membantu Raiden untuk melakukan stealth kill
walau pertarungan langsung memang cenderung lebih sering tidak
terelakkan. Di samping dengan memanfaatkan hal-hal tersebut, metode stealth
juga mendapat sedikit bantuan dari AR Mode yang memungkinkan Raiden
dapat melihat dengan jelas posisi dan situasi yang dihadapinya. Satu
fitur yang cukup mengingatkan gamers akan tampilan Detective Mode pada Batman: Arkham.
Tempo gameplay yang cepat tentu memang jadi apa yang cukup diekspektasikan dari game action yang menampilkan seorang cyborg ninja
sebagai jagoannya. Dan kecepatan nyatanya pun tidak jarang dituntut
oleh aspek gameplay-nya. Di antaranya tidak lepas dari saat melakukan
Zandatsu, segmen QTE, dan tiap boss battle. Sebagai tambahan, unique weapons merupakan salah satu fitur yang semakin membuat Rising lebih mirip dengan game-game action setipe dimana para anggota Winds of Destruction akan meninggalkan senjata berkarakteristik tertentu pada akhir pertarungannya. Dan yang selalu penting diperhatikan, frame rate kembali menjadi salah satu keunggulan pada Metal Gear satu ini.
Grafis
disini menjadi salah satu aspek dengan tipikal Metal Gear yang tetap
dapat dirasakan. Nuansa dunia dari belahan yang berbeda, memberikan
variasi terhadap setting selama ini sekaligus visual yang masih
menyerupai pengembangan sebelumnya, dengan memberikan tambahan meriahnya
efek dan darah yang berlebihan terkesan tidak segan dilakukan.
Ekspektasikan pula cutscene untuk kembali mengambil bagian di dalam Rising, dengan penekanan yang tidak sebesar MGS4, namun tetap menyisipkan sejumlah adegan dan koreo yang mengesankan sebagaimana harusnya. Selain itu, engine kali inipun tampak teruji oleh konsep potong-memotong segala obyek yang cukup dipresentasikan dengan baik secara teknisnya.
Adapun salah satu aspek yang dijagokan dalam Rising rupanya tidak pelak dari kualitas musik yang dihadirkannya. Sementara pembawaan voice over masih dilakukan menurut standar kualitas franchise itu sendiri, musik beraliran rock/metal
yang dimasukkan dalam sejumlah segmen gameplay adalah kekuatan yang
mutlak dimilikinya. Terdapat musik vokal yang beragam untuk mengiringi
tiap sesi boss battle dalam game ini. Komposisi yang pas dan turut berperan dalam menyemangati jalannya pertarungan.
Meski tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk diselesaikan dalam sekali playthrough dengan durasi sekitar 8-9 jam, Rising pun menawarkan sesuatu yang tidak banyak berbeda dari game-game sejenis. Sistem rank
yang diterapkan akan menantang gamers untuk memainkannya lebih dari
sekedar menyelesaikan cerita. Menguasai gaya bermain yang dapat
menghasilkan rank setinggi mungkin demi memberikan reward BP sebanyak-banyaknya untuk melakukan upgrade akan menjadi hal berikutnya yang patut dicoba, terlebih lagi dengan difficulty yang lebih tinggi dari sebelumnya. Selain itu, di sepanjang game inipun terdapat di antaranya sejumlah unlockables tambahan yang cukup menarik dilakukan, mulai dari data storage dan left arm yang dapat dikumpulkan, hostage yang dapat diselamatkan, hingga NPC di balik cardboard
yang dapat ditemukan. Ditambah lagi, sejumlah VR Mission juga dapat
dibuka dengan mengumpulkannya tersebar di berbagai lokasi tertentu.
Platinum Games selaku developer yang diserahkan kepercayaan pun tidak tanggung-tanggung dalam menggarap Rising. Gamers boleh saja menyebut game ini cukup lebay
secara aksi. Bayangkan seorang Raiden sekarang bisa dengan gampangnya
menghadapi sebuah Metal Gear, berlarian di atas sebuah bangunan yang
roboh, dan melakukan berbagai ‘kegilaan’ over the top di luar logika lainnya. Namun, perlu diakui bahwa hal itulah salah satu yang membuat Rising tetap menarik sebagaimana kebanyakan game keluaran Platinum.
Perubahan
genre yang dialami dan menjadikannya berbeda dari nama Metal Gear
semestinya mungkin memang bukan sesuatu yang sepenuhnya dapat diterima
bulat-bulat oleh setiap gamers atau mereka yang menyebut diri fans. Akan
tetapi, hal tersebut tidaklah mengartikan Rising sesuatu yang
buruk. Walau boleh dibilang memang tidak memiliki bobot seberat
pengembangan utama yang melibatkan Snake di dalamnya, Metal Gear Rising: Revengeance
masihlah mampu menawarkan suatu kesenangan yang berbeda dengan caranya
sendiri. Sebuah kelanjutan pun rasanya akan kembali menarik ditunggu. “I think it’s time for Jack, to LET ‘ER RIP!!” (LYR)
Test
BalasHapus