Facebook Menempel

Pengunjung Online

Back to Top

Jumat, 18 April 2014

(Review) Metal Gear Rising: Revengeance


Berangkat dari E3 2009 dimana Hideo Kojima mengejutkan publik dengan membuat kemunculan di sesi panggung Microsoft, judul ini secara ofisial diperkenalkan ke hadapan publik sebagai Metal Gear Solid: Rising, sebuah proyek yang dimaksudkannya untuk dipegang oleh talenta muda Kojima Productions sementara ia berfokus pada proyek pribadinya, Metal Gear Solid: Peace Walker. Dengan menampilkan Raiden sebagai tokoh utamanya, Rising mulanya ditujukan menjadi penjembatan yang menceritakan bagaimana transformasi sang tokoh hingga menjadi sosok seperti yang dapat dilihat pada Metal Gear Solid 4: Guns of the Patriots. Namun, ide tersebut nyatanya kandas di tengah jalan bersama dengan konsep awal Zandatsu (cut & take) yang dirasa terlalu kompleks untuk direalisasikan.


Tanpa banyak diketahui, Rising bahkan sempat mengalami pembatalan secara diam-diam pada tahun 2010, sebelum akhirnya Kojima sendiri yang menawarkan pemindahtanganan proyeknya pada Atsushi Inaba dan tim Platinum Games. Dengan tawaran yang kemudian diterima Platinum, sejumlah perubahan pun mereka lakukan demi menjadikannya lebih sesuai. Di antaranya dengan mengganti setting, memangkas elemen stealth, dan menyandangkan judul baru. Lewat Spike VGA 2011, proyek ini resmi diperkenalkan ulang sebagai Metal Gear Rising: Revengeance, sebuah aksi “revenge”/”vengeance” dari Kojima Productions dan Platinum Games atas kegagalan yang dialami Metal Gear Solid: Rising.

Guna memberikan kebebasan lebih pada Platinum dalam berkreasi, pengembangan setting yang mula-mula ditempatkan sebelum MGS4 pun dibuat menjadi empat tahun sesudahnya. Raiden kini tergabung dalam sebuah Private Military Company (PMC) yang disebut Maverick Security Consulting. Terlepas dari buruknya pandangan publik atas PMC terkait konflik yang terjadi di MGS4, Maverick merupakan sebuah PMC yang bertujuan menjaga perdamaian dimana Raiden sendiri hanya sebatas melatih para prajurit dan melakukan pengawalan berdasar permintaan, tanpa terlibat langsung di lapangan.

Namun, situasi yang damai nyatanya tidaklah membuat senang semua pihak. Pada suatu ketika, PMC oposisi yang disebut Desperado Enforcement muncul dan melakukan penyergapan terhadap konvoi pengawalan seorang Perdana Menteri. Seorang elit Desperado bernama Sundowner berhasil membawa lari sang menteri, sementara seorang lainnya yang dijuluki Jetstream Sam telah mengalahkan Raiden dalam sebuah pertarungan. Kegagalan misi dan ancaman baru tersebut pun mengharuskan sang cyborg ninja kembali dan menuntut balas. Dibuat lebih simpel secara inti dibanding Metal Gear biasanya, cerita Rising memang sengaja dirancang Kojima Productions untuk dapat menarik serta kalangan di luar fans biasanya. Namun, dengan tetap memasukkan unsur konflik dan kemanusiaan yang menjadi ciri dari karya Hideo Kojima selama ini.

Sebelum ada lebih banyak orang yang menyesalkan perubahan aspek gameplay yang dialaminya, rasanya perlu ditekankan lagi bahwa Rising memang menawarkan konsep jauh berbeda dibanding instalmen yang sudah lebih dulu ada selama ini. Tidak seperti kemunculan perdananya di MGS2 yang menempatkannya tetap pada esensi khas Metal Gear, Raiden disini benar-benar tampil beda layaknya berada di sebuah game lain. Kesampingkanlah elemen stealth, aksi tembak-menembak, dan CQC yang menjadi spesialisasi Snake, karena Raiden tidak lagi seorang pemula yang mencoba untuk mengikuti jejak sang legenda. Boleh dikatakan, kini ia punya cara sendiri dalam menjalankan misinya.

Transformasi Raiden oleh Platinum alhasil menjadikan pengembangan ini sebuah game yang seolah paduan antara gameplay Ninja Gaiden dan dunia Metal Gear. Orientasi terarah pada gameplay hack & slash bertempo cepat adalah identitas baru yang disandang Raiden dalam Rising. Lebih dari itu, game ini menawarkan keleluasaan memotong bermacam-macam obyek yang ada di environment dan ‘seni’ yang disebut Zandatsu sebagai salah satu fitur kunci. Gameplay tak lagi hanya sekedar memotong dengan button-mashing seperti di kebanyakan hack & slash. Memperkenalkan Blade Mode dan Zandatsu, Rising membuat gameplay-nya sesuatu yang sedikit lebih dalam untuk dikuasai. Combo yang akrobatik memang membuat aksi Raiden tampak memukau dan mekanisme parrying untuk melengkapinya, namun improvisasi berupa Blade Mode dan Zandatsu-lah yang semakin membuat aksi di dalamnya patut menerima apresiasi lebih. Secara teknis, Blade Mode memungkinkan gamers mengiris bagian spesifik suatu obyek atau lawan dengan cukup akurat (baik horizontal, vertikal, maupun diagonal) bak samurai, yang lebih spesifiknya dapat dilanjutkan oleh Zandatsu, dimana Raiden dapat mengambil bagian tertentu untuk memulihkan health, energi (Fuel Cell), atau memperoleh item. Meski kontrol boleh dibilang sudah tepat diimplementasikan, ada kalanya Blade Mode mengalami masalah yang kerap diakibatkan teknis kamera dan kontrol analog. Kamera tersebut juga tidak selalu mampu mengikuti gerakan Raiden, yang biasanya makin menjadi masalah pada sudut-sudut tertentu.

Sistem yang adapun memang mengedepankan Zandatsu tanpa membuat Raiden terasa terlalu superior. Masuk ke dalam Blade Mode dan sekali menyabetkan HF Blade pada lawan tidak akan langsung memungkinkan gamers dapat menghabisinya dengan Zandatsu. Di samping gamers yang perlu menghajar lawan hingga titik tertentu, Blade Mode tidak dapat dilakukan secara cuma-cuma sehubungan dengan konsumsi energi yang dibutuhkannya. Ditambah lagi, melakukan Zandatsu dengan gaya bermain yang tepat juga berperan penting untuk memberi reward berupa poin (BP) yang dapat dipergunakan membeli sejumlah upgrade, mulai dari persenjataan, armor, hingga skills. Seperti beberapa game hack & slash sejenis, Raiden kemudiannya juga akan dilengkapi dengan kemampuan invincible selama sementara yang disebut Ripper Mode. Pada Ripper Mode, kemampuan Zandatsu akan dimudahkan untuk dilakukan. Lalu sebagai mekanisme pelengkap yang tidak ketinggalan lainnya, Rising memungkinkan Raiden dapat melakukan ninja run yang membuatnya secara otomatis melewati rintangan, melompati tembok, atau menangkis peluru.

Tidak hanya dimodali HF Blade sebagai senjata utama, Raiden masih memiliki beberapa sub-weapon/item yang memberikan variasi seperti halnya fitur Metal Gear umumnya. Sementara beberapa sub-weapon dirasa hanya diperlukan pada beberapa situasi tertentu (misal, launcher untuk melumpuhkan lawan di udara atau chaff grenade untuk membuat stun lawan), sub-item yang khas seperti cardboard box, drum can, dan 3D photo frame (dengan kegunaan layaknya magazine) masihlah didapati sebagai bagian humor dan guna memberikan sedikit manfaat dalam bentuk stealth, yang cukup membantu Raiden untuk melakukan stealth kill walau pertarungan langsung memang cenderung lebih sering tidak terelakkan. Di samping dengan memanfaatkan hal-hal tersebut, metode stealth juga mendapat sedikit bantuan dari AR Mode yang memungkinkan Raiden dapat melihat dengan jelas posisi dan situasi yang dihadapinya. Satu fitur yang cukup mengingatkan gamers akan tampilan Detective Mode pada Batman: Arkham.

Tempo gameplay yang cepat tentu memang jadi apa yang cukup diekspektasikan dari game action yang menampilkan seorang cyborg ninja sebagai jagoannya. Dan kecepatan nyatanya pun tidak jarang dituntut oleh aspek gameplay-nya. Di antaranya tidak lepas dari saat melakukan Zandatsu, segmen QTE, dan tiap boss battle. Sebagai tambahan, unique weapons merupakan salah satu fitur yang semakin membuat Rising lebih mirip dengan game-game action setipe dimana para anggota Winds of Destruction akan meninggalkan senjata berkarakteristik tertentu pada akhir pertarungannya. Dan yang selalu penting diperhatikan, frame rate kembali menjadi salah satu keunggulan pada Metal Gear satu ini.

Grafis disini menjadi salah satu aspek dengan tipikal Metal Gear yang tetap dapat dirasakan. Nuansa dunia dari belahan yang berbeda, memberikan variasi terhadap setting selama ini sekaligus visual yang masih menyerupai pengembangan sebelumnya, dengan memberikan tambahan meriahnya efek dan darah yang berlebihan terkesan tidak segan dilakukan. Ekspektasikan pula cutscene untuk kembali mengambil bagian di dalam Rising, dengan penekanan yang tidak sebesar MGS4, namun tetap menyisipkan sejumlah adegan dan koreo yang mengesankan sebagaimana harusnya. Selain itu, engine kali inipun tampak teruji oleh konsep potong-memotong segala obyek yang cukup dipresentasikan dengan baik secara teknisnya.

Adapun salah satu aspek yang dijagokan dalam Rising rupanya tidak pelak dari kualitas musik yang dihadirkannya. Sementara pembawaan voice over masih dilakukan menurut standar kualitas franchise itu sendiri, musik beraliran rock/metal yang dimasukkan dalam sejumlah segmen gameplay adalah kekuatan yang mutlak dimilikinya. Terdapat musik vokal yang beragam untuk mengiringi tiap sesi boss battle dalam game ini. Komposisi yang pas dan turut berperan dalam menyemangati jalannya pertarungan.

Meski tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk diselesaikan dalam sekali playthrough dengan durasi sekitar 8-9 jam, Rising pun menawarkan sesuatu yang tidak banyak berbeda dari game-game sejenis. Sistem rank yang diterapkan akan menantang gamers untuk memainkannya lebih dari sekedar menyelesaikan cerita. Menguasai gaya bermain yang dapat menghasilkan rank setinggi mungkin demi memberikan reward BP sebanyak-banyaknya untuk melakukan upgrade akan menjadi hal berikutnya yang patut dicoba, terlebih lagi dengan difficulty yang lebih tinggi dari sebelumnya. Selain itu, di sepanjang game inipun terdapat di antaranya sejumlah unlockables tambahan yang cukup menarik dilakukan, mulai dari data storage dan left arm yang dapat dikumpulkan, hostage yang dapat diselamatkan, hingga NPC di balik cardboard yang dapat ditemukan. Ditambah lagi, sejumlah VR Mission juga dapat dibuka dengan mengumpulkannya tersebar di berbagai lokasi tertentu.

Platinum Games selaku developer yang diserahkan kepercayaan pun tidak tanggung-tanggung dalam menggarap Rising. Gamers boleh saja menyebut game ini cukup lebay secara aksi. Bayangkan seorang Raiden sekarang bisa dengan gampangnya menghadapi sebuah Metal Gear, berlarian di atas sebuah bangunan yang roboh, dan melakukan berbagai ‘kegilaan’ over the top di luar logika lainnya. Namun, perlu diakui bahwa hal itulah salah satu yang membuat Rising tetap menarik sebagaimana kebanyakan game keluaran Platinum.

Perubahan genre yang dialami dan menjadikannya berbeda dari nama Metal Gear semestinya mungkin memang bukan sesuatu yang sepenuhnya dapat diterima bulat-bulat oleh setiap gamers atau mereka yang menyebut diri fans. Akan tetapi, hal tersebut tidaklah mengartikan Rising sesuatu yang buruk. Walau boleh dibilang memang tidak memiliki bobot seberat pengembangan utama yang melibatkan Snake di dalamnya, Metal Gear Rising: Revengeance masihlah mampu menawarkan suatu kesenangan yang berbeda dengan caranya sendiri. Sebuah kelanjutan pun rasanya akan kembali menarik ditunggu. “I think it’s time for Jack, to LET ‘ER RIP!!” (LYR)

1 komentar:

Entri Populer